Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di
dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air.
Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin
dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan
dalam industri.
Nama lain formalin :
- Formol - Methylene aldehyde - Paraforin
- Morbicid - Oxomethane - Polyoxymethylene glycols
- Methanal - Formoform - Superlysoform
- Formic aldehyde - Formalith - Tetraoxymethylene
- Methyl oxide - Karsan - Trioxane
- Oxymethylene - Methylene glycol
Penggunaan formalin
* Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal,
gudang dan pakaian
* Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain
* Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak
* Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin
dan kertas
* Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea
* Bahan pembuatan produk parfum
* Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku
* Pencegah korosi untuk sumur minyak
* Bahan untuk insulasi busa
* Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)
* Dalam konsentrasi yag sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai
pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga,
cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan
karpet.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan.
Akibat yang ditimbulkan dapat berupa : luka bakar pada kulit, iritasi pada
saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia.
Bahaya jangka pendek (akut) :
1. Bila terhirup
* Iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar
pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk.
* Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru,
pembengkakan paru.
* Tanda-tada lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan,
sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual
dan muntah.
* Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
2. Bila terkena kulit
Apabila terkena kulit maka akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit
menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.
3. Bila terkena mata
* Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata
sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan
mengeluarkan air mata.
* Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat
menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada
lensa mata.
4. Bila tertelan
* Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar,
sakit menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan ,
sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah),
kejang, tidak sadar hingga koma.
* Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa,
pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan ginjal.
Bahaya jangka panjang (kronis) :
1. Bila terhirup
Apabila terhirup dalam jangka lama maka akan menimbulkan sakit kepala,
gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput
lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru.
* Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan
terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang.
* Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan
* Kanker pada hidung, ronggga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.
2. Bila terkena kulit
Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta
memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada
kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.
3. Bila terkena mata
Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah terjadinya radang
selaput mata.
4. Bila tertelan
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan,
muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan
suhu badan dan rasa gatal di dada.
Tindakan Pencegahan:
1. Terhirup * Untuk mencegah agar tidak terhirup gunakan alat pelindung
pernafasan, seperti masker, kain atau alat lainnya yang dapat mencegah
kemungkinan masuknya formalin ke dalam hidung atau mulut.
* Lengkapi sistem ventilasi dengan penghisap udara (exhaust fan) yang
tahan ledakan.
2. Terkena mata
* Gunakan pelindung mata atau kacamata pengaman yang tahan terhadap
percikan.
* Sediakan kran air untuk mencuci mata di tempat kerja yang berguna
apabila terjadi keadaan darurat.
3. Terkena kulit
* Gunakan pakaian pelindung bahan kimia yang cocok.
* Gunakan sarung tangan yang tahan bahan kimia.
4. Tertelan
Hindari makan, minum dan merokok selama bekerja. Cuci tangan sebelum
makan.
Tindakan pertolongan pertama
1. Bila terhirup
Jika aman memasuki daerah paparan, pindahkan penderita ke tempat yang
aman. Bila perlu, gunakan masker berkatup atau peralatan sejenis untuk
melakukan pernafasan buatan. Segera hubungi dokter.
2. Bila terkena kulit
Lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang terkena formalin. Cuci kulit
selama 15-20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air yang banyak
dan dipastikan tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit. Pada bagian
yang terbakar, lindungi luka dengan pakaian yag kering, steril dan
longgar. Bila perlu, segera hubungi dokter.
3. Bila terkena mata
Bilas mata dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mata
dikedip-kedipkan. Pastikan tidak ada lagi sisa formalin di mata. Aliri
mata dengan larutan dengan larutan garam dapur 0,9 persen (seujung sendok
teh garam dapur dilarutkan dalam segelas air) secara terus-menerus sampai
penderita siap dibawa ke rumah sakit. Segera bawa ke dokter.
4. Bila tertelan
Bila diperlukan segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.
Cara penyimpanan formalin :
* Jangan disimpan di lingkungan bertemperatur di bawah 15 0C.
* Tempat penyimpanan harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni,
polietilen atau poliester yang dilapisi fiberglass.
* Tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja biasa, tembaga, nikel
atau campuran seng dengan permukaan yang tidak dilindungi/dilapisi.
* Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan berada di
atas 60 derajat Celsius.
Tentang MIE
Mi pertama kali dibuat dan berkembang di Cina. Teknologi pembuatan mi
disebarkan oleh Marcopolo ke Italia, hingga ke seluruh daratan Eropa. Kini
mi populer di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mi yang beredar di
Indonesia terdiri dari empat jenis, yaitu mi mentah, mi basah, mi kering,
dan mi instan. Keempat jenis tersebut mempunyal pasar sendiri-sendiri,
dengan jumlah permintaan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Di Indonesia, mi digemari herbagai kalangan, mulai anak-anak hingga lanjut
usia. Alasannya. sifat mi yang enak, praktis, dan mengenyangkan.
Kandungan karbohidrat yang tinggi, menjadikan mi digunakan sebagai sumber
karbohidrat pengganti nasi. Mi dapat diolah menjadi berbagai produk
seperti mi baso, mi goreng, soto mi, mi ayam, dan lain sebagainyaa.
Seiring perkembangan teknologi dan semakin meningkatnya kesadaran orang
akan gizi, sekarang ini mi tidak hanya dijadikan sebagai penyuplai energi,
melainkan juga sebagai sumber zat gizi lain. Berbagai vitamin dan mineral
dapat difortifikasikan ke dalam mi. seperti yang sering kita jumpai pada
pembuatan mi instan.
Walaupun demikian, kecukupan zat gizi belum dapat dipenuhi hanya dengan
mengandalkan sebungkus mi. Kombinasi dengan sayuran dan sumber protein
perlu dilakukan dalam upaya mendongkrak kelengkapan komposisi gizi ini.
Nilai Gizi
Diversifikasi konsumsi pangan terutama dimaksudkan untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap beras.
Saat ini persediaan beras di Indonesia mulai menipis, seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan semakin banyaknya lahan persawahan yang
digunakan sebagai pemukiman.
Berdasarkan kandungan gizinya, mi merupakan bahan pangan yang berpotensi
besar untuk dijadikan sebagai produk diversifikasi. Kandungan gizi mi
sudah dapat mencukupi sebagai pengganti beras.
Sebungkus mi instan yang beratnya 75 gram (lengkap dengan minyak dan
bumbu), serta ditambah dengan sayuran dan protein dari luar, dapat
diandalkan untuk sarapan pagi. Untuk makan siang, porsinya perlu dinaikkan
menjadi dua bungkus.
Terdapat beberapa kelemahan dalam produk-produk mi. Umumnya mi sedikit
sekali mengandung serat (dietary fiber) serta vitamin B dan E. Komposisi
bahan mi instan belakangan ini sudah semakin komplet. Beberapa merek mi
instan telah dilengkapi dengan serat, sedikit sayuran, dan irisan daging
kering, serta vitamin B dan E. Namun, kita tetap saja perlu menambahkan
bahan-bahan lain dari luar, terutama sayuran dan sumber protein, agar
nilai gizinya menjadi semakin baik.
Murah, Meski Berbahaya
Sayangnya, tingkat pengetahuan yang rendah mengenai bahan pengawet
merupakan faktor utama penyebab penggunaan formalin dan boraks pada
mi. Beberapa survei menunjukkan, alasan produsen menggunakan formalin dan
boraks sebagai bahan pengawet karena daya awet dan mutu mi yang dihasilkan
menjadi lebih bagus, serta murah harganya, tanpa peduli bahaya yang dapat
ditimbulkan.
Hal tersebut ditunjang oleh perilaku konsumen yang cenderung untuk membeli
makanan yang harganya murah, tanpa mengindahkan kualitas. Dengan demikian,
penggunaan formalin dan boraks pada mi dianggap hal biasa. Sulitnya
membedakan biasa dan mi yang dibuat dengan penambahan formalin dan boraks,
juga menjadi salah satu faktor pendorong perilaku konsumen tersebut.
Deteksi formalin dan boraks secara akurat hanya dapat dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan bahan-bahan kimia, yaitu melalui uji
formalin dan uji boraks.
Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan
bagi produsen dan konsumen tentang bahaya pemakaian bahan kimia yang bukan
termasuk kategori bahan tambahan pangan. Selain itu, diperlukan sikap
pemerintah yang lebih tegas dalam melarang penggunaan kedua jenis pengawet
tersebut pada produk pangan.
Bisa Menimbulkan Keracunan & Kematian
Mi basah digunakan untuk produk makanan seperti mi baso, mi soto
bogor, mi goreng, ataupun pada pembuatan makanan camilan. Kadar air
mi basah tergolong tinggi, sehingga daya awetnya rendah.
Penyimpanan mi basah pada suhu kamar selama 40 jam menyebabkan tumbuhnya
kapang.
Untuk itu, dalam pembuatan mi basah diperlukan bahan pengawet agar mi bisa
bertahan lebih lama. Mungkin karena faktor ketidaktahuan banyak produsen
yang menggunakan formalin atau boraks sebagai pengawet. Selain memberikan
daya awet, kedua bahan tersebut juga murah harganya dan dapat memperbaiki
kualitas mi.
Menurut beberapa produsen, penggunaan boraks pada pembuatan mi akan
menghasilkan tekstur yang lebih kenyal. Sementara itu, penggunaan formalin
akan menghasilkan mi yang lebih awet, yaitu dapat disimpan hingga 4 hari.
Laporan Badan POM tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mi basah
yang dijual di pasar dan supermarket Jawa Barat, ditemukan 2 sampel (6,9
persen) mengandung boraks, 1 sampel (3,45 persen) mengandung formalin,
sedangkan 22 sampel (75,8 persen) mengandung formalin dan boraks. Hanya
empat sampel yang dinyatakan aman dari formalin dan borak.
Isu penggunaan formalin dan boraks tentu saja sangat meresahkan
masyarakat. Kedua bahan tersebut jelas-jelas bukan termasuk kategori bahan
tambahan pangan (food additives), sehingga sangat dilarang penggunaannya
pada pangan apa pun. Kedua bahan tersebut dilarang penggunaannya karena
bersifat racun terhadap konsumennya.
Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian formalin pada makanan dapat
menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbut antara
lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret
berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah.
Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi
(kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah
darah) yang berakhir dengan kematian Injeksi formalin dengan dosis 100
gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme
toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung
di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang
terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara
kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis
boraks dalam tubuh menjadi tinggi (Winarno dan Rahayu, 1994).
Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya
gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan
bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan
menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika
dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih.
Bahaya di Balik Gurihnya Ikan Asin
Menikmati sajian nasi putih ditambah sambal terasi dan lalapan segar
terasa kurang lengkap tanpa ikan asin. Dengan kekayaan laut seperti
Indonesia, aneka jenis ikan asin dapat diperoleh dengan mudah, dari teri,
tongkol, jambal hingga cumi.
Karena harganya relatif terjangkau, bahan makanan ini sering digunakan
menyiasati keterbatasan anggaran rumah tangga. Cara pengolahannya pun
tergolong mudah dan dapat diolah jadi aneka jenis masakan.
Proses produksi bahan makanan juga tidak terlalu rumit dan hanya
menggunakan teknologi tradisional. Para pengasin biasanya memperoleh ikan
dari tempat pelelangan ikan di pelabuhan setempat. Jika hasil tangkapan
ikan melimpah, setiap pengasin bisa memproduksi beberapa ton ikan asin per
hari.
Usai dibersihkan, ikan-ikan dengan jenis sama lalu dimasukkan ke dalam
tempayan berisi larutan garam. Takarannya, satu karung garam untuk setiap
drum ikan. Perendaman bisa 12 jam hingga semalam suntuk.
Setelah larutan garam meresap, ikan kemudian dijemur di bawah sinar
matahari. Ikan yang telah diasinkan lalu dikemas dan dijual kepada para
pengepul.
Jika proses penjemuran kurang sempurna, bahan makanan akan mudah ditumbuhi
jamur. Bahan makanan itu pun jadi mudah penyok dan hancur, terutama
apabila cara pengemasannya tidak rapi dan harus dikirim ke luar kota.
Akibatnya, ikan asin itu pun tidak laku di pasaran.
Karena cara produksinya masih manual, pengeringan ikan ini sangat
tergantung dari cuaca. Kalau musim hujan, pengeringan bisa berhari-hari.
Begitu air hujan turun, para pekerja tergopoh-gopoh menutupi ikan-ikan
yang tengah dijemur itu dengan plastik agar tidak basah.
Maka, belakangan banyak pengasin berulah nakal demi meraup untung. Mereka
sengaja membubuhkan formalin, bahan pengawet bukan untuk makanan agar ikan
tidak ditumbuhi jamur dan lebih awet. Pemakaian formalin mempercepat
pengeringan dan membuat tampilan fisik tidak cepat rusak.
Semula mereka hanya memakai garam sebagai pengawet yang kemudian dijemur.
Formalin baru dipakai dalam pengolahan ikan sejak tiga tahun terakhir dari
pergaulan dengan para pengolah di luar Muara Angke. Mereka membeli
formalin di sejumlah toko kimia di daerah Jembatan Lima, Jakarta.
Dengan proses garam dan penjemuran, rendemen yang tersisa kurang dari
separuh. Bila bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah
jadi ikan asin tinggal 40 persen atau 40 kg. Kehilangan 60 kg itu sangat
merugikan karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika memakai
formalin, rendemen bisa mencapai 75 persen. Selisih 35 persen itu yang
dikejar para pengolah.
Bagi pengasin, penggunaan bahan pengawet juga mempercepat proses
pengeringan ikan.
Di tengah ketatnya persaingan pasar, tuntutan para pelanggan ini tidak
bisa diabaikan begitu saja. Karena itu, dalam beberapa tahun terakhir ini
hampir 90 persen dari total jumlah pengasin di daerah itu memakai bahan
pengawet saat membuat ikan.
Hasil uji laboratorium itu setidaknya mencerminkan masih tingginya tingkat
peredaran ikan asin berformalin di pasaran. Padahal, formalin sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia, di antaranya tenggorokan dan perut
terasa terbakar, sakit menelan, dan diare.
Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama, dapat menimbulkan iritasi pada
saluran pernapasan dan kanker.
Agar tidak salah memilih, konsumen perlu mewaspadai produk tertentu yang
sering menggunakan formalin. Ikan asin yang mengandung formalin dapat
diketahui lewat ciri-ciri antara lain, tidak rusak sampai lebih dari
sebulan pada suhu kamar (25 derajat Celsius), bersih cerah dan tidak
berbau khas ikan asin.
Tahu, keamanannya perlu diwaspadai
AMAN yang dimaksud di sini mencakup bebas dari cemaran biologis,
mikrobiologis, kimia, logam berat, dan cemaran lain yang dapat mengganggu,
merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Salah satu makanan yang
sering dikonsumsi adalah tahu.
Tahu merupakan pangan yang populer di masyarakat Indonesia walaupun
asalnya dari China. Kepopuleran tahu tidak hanya terbatas karena rasanya
enak, tetapi juga mudah untuk membuatnya dan dapat diolah menjadi berbagai
bentuk masakan serta harganya murah.
Selain itu, tahu merupakan salah satu makanan yang menyehatkan karena
kandungan proteinnya yang tinggi serta mutunya setara dengan mutu protein
hewani. Hal ini bisa dilihat dari nilai NPU (net protein utility) tahu
yang mencerminkan banyaknya protein yang dapat dimanfaatkan tubuh, yaitu
sekitar 65 persen, di samping mempunyai daya cerna tinggi sekitar 85-98
persen.
Oleh karena itu, tahu dapat dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat.
Tahu juga mengandung zat gizi yang penting lainnya, seperti kemak,
vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup tinggi.
Selain memiliki kelebihan, tahu juga mempunyai kelemahan, yaitu kandungan
airnya yang tinggi sehingga mudah rusak karena mudah ditumbuhi mikroba.
Untuk memperpanjang masa simpan, kebanyakan industri tahu yang ada di
Indonesia menambahkan pengawet. Bahan pengawet yang ditambahkan tidak
terbatas pada pengawet yang diizinkan, tetapi banyak pengusaha yang nakal
dengan menambahkan formalin.
Selain itu, banyak juga menambahkan pewarna methanyl yellow. Formalin dan
metahnyl yellow merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang dilarang
penggunaannya dalam makanan menurut peraturan Menteri Kesehatan (Menkes)
Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan
kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk
sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10
persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar
5 gram.
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan
hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan
iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan
bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang
yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur
darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.
Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau
yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata.
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki
penampakan makanan. Penambahan bahan pewarna makanan mempunyai beberapa
tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen,
menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna
akibat proses pengolahan dan penyimpanan.
Secara garis besar pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan
sintetik. Pewarna alami yang dikenal di antaranya adalah daun suji (warna
hijau), daun jambu/daun jati (warna merah), dan kunyit untuk pewarna
kuning.
Kelemahan pewarna alami ini adalah warnanya yang tidak homogen dan
ketersediaannya yang terbatas, sedangkan kelebihannya adalah pewarna ini
aman untuk dikonsumsi.
Jenis yang lain adalah pewarna sintetik. Pewarna jenis ini mempunyai
kelebihan, yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena
hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi, kekurangannya
adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini
akan berbahaya.
Tahu kalau tidak diawetkan hanya tahan disimpan selama dua hari bila
direndam dalam air sumur atau air keran yang bersih.
Beberapa cara pengawetan yang biasa dilakukan adalah:
- Tahu direbus selama 30 hari kemudian direndam dalam air yang telah
dimasak, daya simpannya bisa menjadi empat hari.
- Tahu direbus, kemudian dibungkus plastik dan disimpan di lemari es,
memiliki daya tahan delapan hari;
- Tahu diawetkan dengan direndam natrium benzoat 1.000 ppm selama 24
jam dapat mempertahankan kesegaran selama tiga hari pada suhu kamar;
- Tahu direndam dalam vitamin C 0,05 persen selama empat jam dapat
mempertahankan tahu selama dua hari pada suhu kamar;
- Tahu direndam dalam asam sitrat 0,05 persen selama delapan jam akan
segar selama dua hari pada suhu kamar.
Tips memilih tahu
Tahu yang mengandung formalin dapat ditandai dengan:
Semakin tinggi kandungan formalin, maka tercium bau obat yang semakin
menyengat; sedangkan tahu tidak berformalin akan tercium bau protein
kedelai yang khas;
- Tahu yang berformalin mempunyai sifat membal (jika ditekan terasa
sangat kenyal), sedangkan tahu tak berformalin jika ditekan akan
hancur;
- Tahu berformalin akan tahan lama, sedangkan yang tak berformalin
paling hanya tahan satu dua hari.
- Tahu yang memakai pewarna buatan dapat ditandai dengan cara melihat
penampakannya. Jika tahu memakai pewarna buatan, warnanya sangat
homogen/seragam dan penampakan mengilap. Sedangkan jika memakai
pewarna kunyit, warnanya cenderung lebih buram (tidak cerah). Jika
kita potong tahunya, maka akan kelihatan bagian dalamnya warnanya
tidak homogen/seragam. Bahkan, ada sebagian masih berwarna putih.*
Bahaya Di Balik Piring-piring dan kosmetik !
Anda suka pakai peralatan makan dari melamin? Hati-hati, lo, karena
dibalik sosoknya yang cantik serta harganya yang murah meriah, ada bahaya
mengintai. Banyak yang mengandung formalin berkadar tinggi yang
membahayakan kesehatan.
Cikal bakal melamin dimulai tahun 1907 ketika ilmuwan kimia asal Belgia,
Leo Hendrik Baekeland, berhasil menemukan plastik sintesis pertama yang
disebut bakelite. Penemuan itu merupakan salah satu peristiwa bersejarah
keberhasilan teknologi kimia awal abad ke-20.
Pada awalnya bakelite banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
telepon generasi pertama. Namun, pada perkembangannya kemudian, hasil
penemuan Baekeland dikembangkan dan dimanfaatkan pula dalam industri
peralatan rumah tangga. Salah satunya adalah sebagai bahan dasar peralatan
makan, seperti sendok, garpu, piring, gelas, cangkir, mangkuk, sendok sup,
dan tempayan, seperti yang dihasilkan dari melamin.
Senyawa melamin sangat rentan terhadap panas dan
sinar ultraviolet. Keduanya sangat berpotensi memicu terjadinya
depolimerisasi. Selain itu, gesekan-gesekan dan abrasi terhadap permukaan
melamin juga berpotensi mengakibatkan lepasnya partikel formaldehid yang menghasilkan racun.
Di industri kecantikan formalin biasa dipakai di produk cat kuku.
Cara Menyikapinya :
1. Tenang
Meskipun harus waspada, hendaknya jangan lantas menjadi paranoid, alias
curigaan. "Tidak perlu lah sampai harus emoh memakai perangkat melamin
sama sekali.
2. Dingin
Jika tidak yakin akan kualitas produk melamin yang Anda punya, sebaiknya
jangan gunakan piranti makan tersebut untuk makanan serta minuman panas.
3. Cermat
Dalam mengonsumsi bahan makanan, pilihlah yang tidak mengandung formalin.
4. Hindari
Sebisanya, hindari penggunaan formalin sebagai bahan pengawet.